Perbedaan Perikatan dan Perjanjian
Kata perjanjian dan perikatan merupakan istilah yang telah dikenal dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pada dasarnya KUHPerdata tidak secara tegas memberikan definisi dari perikatan, akan tetapi pendekatan terhadap pengertian perikatan dapat diketahui dari pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang didefinisikan sebagai suatu perbuatan hukum dengan mana salah satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Sekalipun dalam KHUPerdata definisi
dari perikatan tidak dipaparkan secara tegas, akan tetapi dalam pasal 1233
KUHPerdata ditegaskan bahwa perikatan selain dari Undang-undang, perikatan
dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan belum
tentu merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Dengan
kalimat lain, bila definisi dari pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan
dengan maksud dari pasal 1233 KUHPerdata, maka terlihat bahwa pengertian dari
perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian itu sendiri.
Sebagai bahan perbandingan untuk
membantu memahami perbedaan dua istilah tersebut, perlu dikutip pendapat Prof
Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari
perikatan dengan perjanjian. Beliau memberikan definisi dari perikatan sebagai
berikut:
“Suatu perikatan adalah suatu
perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan itu.”
Sedangkan perjanjian didefinisikan
sebagai berikut:
“Suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”
Hakekat antara perikatan dan
perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan hukum antara
pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas dari
perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya
dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan. Hal lain yang
membedakan keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya merupakan hasil
kesepakatan para pihak, jadi sumbernya benar-benar kebebasan pihak-pihak yang
ada untuk diikat dengan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1338
KUHPerdata. Sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga
mengikat karena diwajibkan oleh undang undang, contohnya perikatan antara
orangtua dengan anaknya muncul bukan karena adanya kesepakatan dalam perjanjian
diantara ayah dan anak tetapi karena perintah undang-undang.
Selain itu, perbedaan antara
perikatan dan perjanjian juga terletak pada konsekuensi hukumnya. Pada
perikatan masing-masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut pelaksanaan
prestasi dari masing-masing pihak yang telah terikat. Sementara pada perjanjian
tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang
berjanji apabila salah satu dari pihak yang berjanji tersebut ternyata ingkar
janji, terlebih karena pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata
menimbulkan kesan seolah-olah hanya merupakan perjanjian sepihak saja. Definisi
dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya merupakan
suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula merupakan perbuatan tanpa
konsekuensi hukum.
Konsekuensi hukum lain yang muncul
dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah
kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian
menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu
prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan
melawan hukum (PMH).
Berdasarkan pemahaman tersebut
jelaslah bahwa adanya perbedaan pengertian antara perjanjian dan perikatan
hanyalah didasarkan karena lebih luasnya pengertian perikatan dibandingkan
perjanjian. Artinya didalam hal pengertian perjanjian sebagai bagian dari
perikatan, maka perikatan akan mempunyai arti sebagai hubungan hukum atau
perbuatan hukum yang mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu
pihak mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Bila salah satu
pihak yang melakukan perikatan tersebut tidak melaksanakan atau terlambat
melaksanakan prestasi, pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan melawan hukum
tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi atau penggantian kerugian
dalam bentuk biaya, ganti rugi dan bunga.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa perikatan
dapat meliputi dua arti, yaitu pada satu sisi sebagai perjanjian yang memang
konsekuensi hukumnya sangat tergantung pada pihak-pihak yang terikat
didalamnya, dan pada sisi lain merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi
hukum yang jelas. Sekalipun perjanjian sebagai suatu perikatan muncul bukan
dari undang-udang tetapi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perikatan
yang muncul dari undang-undang, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang diikat didalamnya.
Komentar
Posting Komentar